Mentari pagi menyapa lembut Desa Menceh saat rombongan mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram tiba dengan wajah cerah dan semangat baru. Hari itu terasa berbeda. Jalan-jalan kecil desa tampak lebih hidup, bukan karena ada acara besar, tapi karena kedatangan para mahasiswa peserta Kuliah Kerja Partisipatif (KKP) yang siap tinggal dan belajar bersama masyarakat selama beberapa minggu ke depan.
Penyambutan digelar sederhana namun penuh makna di balai desa. Kepala desa yang berhalangan hadir diwakili oleh Sekretaris Desa (Sekdes), yang menyampaikan sambutan hangat atas nama pemerintah dan seluruh masyarakat Desa Menceh. Dalam suasana yang akrab dan santai, beliau mengucapkan selamat datang dan berharap para mahasiswa bisa membawa semangat positif, sekaligus belajar dari kehidupan desa yang penuh nilai kekeluargaan dan kebersamaan.
“Kami menyambut dengan tangan terbuka. Semoga adik-adik mahasiswa bisa cepat menyatu, tidak hanya tinggal, tapi juga menjadi bagian dari warga Desa Menceh,” ucap Pak Sekdes dalam sambutannya. Tak ada pidato kaku, yang ada hanyalah obrolan ringan dan penuh harapan akan kolaborasi yang baik antara masyarakat dan mahasiswa.
Perwakilan mahasiswa pun angkat bicara. Ia menyampaikan bahwa kehadiran mereka bukan hanya untuk menjalankan tugas akademik, tapi juga untuk belajar dari kehidupan masyarakat desa secara langsung. “Kami datang dengan niat untuk berbaur, mendengar, membantu, dan tumbuh bersama. Bukan sebagai tamu, tapi sebagai keluarga baru di Desa Menceh,” ujarnya dengan nada ringan namun tulus.
Program KKP yang dijalankan mahasiswa UIN Mataram ini mencakup berbagai kegiatan sosial, edukatif, dan partisipatif. Mulai dari edukasi keagamaan, pendampingan UMKM, program belajar untuk anak-anak, hingga membantu kegiatan desa yang membutuhkan tenaga dan ide segar. Semua dilakukan dengan pendekatan yang membumi dan tidak menggurui—karena mereka tahu, belajar itu dua arah.
Selama tinggal di desa, para mahasiswa juga akan ikut merasakan langsung kehidupan masyarakat—mulai dari membantu bertani, ikut kegiatan pos ronda, hingga mengobrol santai dengan para orang tua sambil ngopi di teras rumah. Kegiatan sederhana ini justru jadi momen penting yang tak bisa ditemukan di ruang kuliah.
Meskipun tidak ada kemeriahan ibu-ibu PKK atau penyambutan formal dengan banyak protokol, suasana pagi itu tetap terasa hangat. Sambutan warga yang tulus, senyum ramah para pemuda desa, dan obrolan santai bersama perangkat desa jadi bukti bahwa penerimaan ini lebih dari cukup—karena yang paling penting bukan kemewahan acara, tapi keterbukaan hati.
Dengan dimulainya masa KKP ini, Desa Menceh dan mahasiswa UIN Mataram membuka lembaran baru. Lembaran kerja sama, saling belajar, dan menanam benih kebaikan yang semoga kelak tumbuh jadi pengalaman berharga bagi kedua belah pihak. Karena di balik semua kesederhanaan ini, ada cerita besar yang sedang dimulai.